Tuesday 25 June 2013

Kang Sejo Melihat Tuhan

Assllamu’allaikum. Wr.Wb
Met malam dan met menjelang tidur buat sahabatku semua, semoga Allah selalu melimpahkan nikmat sehatnya buat kita semua agar kita tetap selalu dijalan yang Allah ridhoi. Malam ini aku mengulang kembali catatan dari sebuah buku dengan judul yang sama yaitu “Kang sejo Melihat Tuhan”. Sebuah kisah nyata dari keseharian tukang pijit seorang tuna netra. Dalam hal ini saya hanya ingin berbagi dan mengulas kembali. Semoga bermanfaat.

Dalam deretan sufi, Al Adawiah disebut “Raja”. Wanita ini hamba yang total hidupnya buat cinta, gemerlap dunia tak menarik berkat pesona lain, yaitu getaran cinta kepada ilahi. Pernah ia berkata “Bila kau ingin menganugrahi aku nikmat duniawi,berikanlah kenikmatan itu pada musuh-musuh-Mu. Dab bila kau limpahkan padaku nikmat surgawi, maka berikanlah pada sahabat-sahabat-Mu, bagiku Kau cukup.”

Tapi lain ceritanya yang terjadi pada kang Sejo. Ia tukang pijit tuna netra, keseharianya hanya menunggu panggilan orang yang butuh jasanya untuk memijit. Tapi ada keseharianya yang lain juga yang tak lepas dari bibirnya yaitu,kang sejo selalu mengucap do’a yang sederhana itupun bukan dengan bahasa arab karena kang sejo tak bias membaca tulisan arab dikarenakan ia buta. Kang sejo tak lepas dari kata “Gusti Allah ora sare (Allah tak pernah tidur). Mungkin kang sejo tak pernah tau bahkan tak tau kalau yang dia ucapkan salah satu penggalan dari Ayat kursi. Dan kata itu sering diucapkan kang sejo dalam aktifitas apapun dan dimanapun.

Dalam sewaktu kesempatan kang sejo memijit saya,dan saya tanyakan kenapa kang sejo mengucapkan itu setiap saat dan tak ingin mengganti dengan dzikir atau ucapan yang lain dengan maksud sama memuji Allah,,”

Kang sejo menjawab :” Memang sederhana, wong hidup inipun dasarnya sederhana,’katanya sambil memijit. Ketika ditanya apakah kang sejo pernah punya guru ngaji, dia Cuma tersenyum dan menjawab:”saya hanya belajar memijit,dan guru saya ya macam ini pekerjaanya yaitu tukang pijit, rumahnya didaerah klender disekitar blok M,ketika aku belajar dan mengikutinya memijit yang diucapkanya ya Cuma zikir Duh Gusti,,” jadi aku mengamalkan apa yang diajarkan guru saya,”

Berapa kali kang sejo mengucap duh gusti,,?”

“Tidak saya hitung.” Jawab kang sejo

“Loh, apa tak ada aturanya?”para santri yang dipesantren saja dituntun pak keyai disuruh baca ini seribu,yang itu sekian ribu,?”Tanya saya pada kang sejo.

“Monggo mawon(ya terserah saja), jawabnya, “Tuhan member kita rezeki tanpa hitungan ko,,, jadi ibadah pun tanpa hitungan,”

“sampean itu seperti wali lo kang,,”saya memuji kang sejo.

“Monggo mawon,, tapi wali murid”. Kang sejo sambil tersenyum.

Kenapa doanya bahasa jawa kang,,?”Tanya saya lagi

“Apa Tuhan taunya bahasa Arab?”

“Oh iya kang,,aku dengar sampean pernah menolak zakat dari tetangga,,?”

“iya,,waktu itu disodor sodori zakat, terus aku mengucap “Duh Gusti yang tak pernah tidur,,”

Entah bagaimana yang memberi zakat itu malah ketakutan, dan akhirnya dia mengaku kalau uang itu kurang halal, kemudian dia meminta maaf.

“Mengapa sampean tahu uang zakat itu haram?”tanyaku,

“Rumah saya tiba tiba menjadi panas,dan panas sekali,,,,”jawab kang sejo

“ko sampean tau panas itu akibat uang yang tidak haram?”

“Gusti Allah oras sare mas,,” jawabnya.

Memang Allah member i rizki tanpa hitungan, sehingga kang sejo bias naik haji tanpa disangka sangka, langganan lama kang sejo datang dan mentraktirnya ketanah suci.

Boleh dibilang kang sejo ibarat berjalan tak melihat cahaya. Tapi dalam gelap matanya,kang sejo melihat-Nya. Dan kita masih dalam taraf terpesona dengan adanya orang orang seperti kang sejo..”

Semoga catatan kecil ini membuat kita belajar dan belajar tanpa henti sampai kita benar benar melihat kebenaran seperti yang dilihat kang sejo dalam hatinya., inssaAllah
Share this article now on :

Post a Comment

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( :-p =))